Senin, 18 Juni 2012

MALING SAMPAH

Share on :


Assalamualaikum...

Sedikit sharing tentang berita tadi pagi nih...


Tari Tor tor dicuri Malaysia! Begitu yang saya dengar dan saya baca hari ini. Dicuri lagi? Hanya itu komentar saya, ditambah tarikan alis dan mata yang membola. Ya, itu reaksi saya, tidak lebih. Sementara diluar sana, berbeda 180 derajat dengan reaksi saya, hampir semua kalangan mengutuk ulah Malaysia. Mulai dari aksi boikot dengan cara sendiri, demo ke pemerintah untuk bertindak cepat untuk mengantisipasi identitas bangsa yang telah dicuri, berbagai aliansi, persatuan, perkumpulan, semua membentuk kelompok-kelompok untuk menggagalkan aksi pencurian Malaysia, dan lain sebagainya. 

Setelah sebelumnya rasa sayange, reog, batik, songket, pendet, dan macam-macam lagi kebudayaan kita yang dicuri Malaysia, kini giliran tari Tortor. Ah, mata rasanya lelah membaca artikel senada tentang pencurian ini di berbagai media. Ada yang mengutuk Malaysia, ada yang menyalahkan pemerintah, adapula yang menyesalkan kenapa kebudayaan kita tidak dipatenkan.

Tanpa bermaksud menggurui, saya hanya ingin membuka sedikit tirai yang mungkin sudah usang dan menutupi sebagian besar ingatan kita. Hanya sedikiiit saja mengingatkan, bahwa bukankah budaya memang sudah seharusnya dilestarikan secara turun temurun?

Kalau boleh saya menguak sedikit fakta, bagaimana generasi muda menyikapi kebudayaan yang sekarang dinikmati Malaysia? Sebagian besar mereka acuh, atau hanya menulis kalimat makian kepada Malaysia lewat facebook, bbm, twitter, itupun setelah ditelaah, sebagian diantaranya tidak terlalu paham kasus yang ada, PM di BBnya, twitnya dan status facebooknya itu hanya supaya terlihat sedikit "berisi" saja, mungkin dengan begitu terlihat peka issue yang berkembang dan jadinya tidak ketinggalan jaman. Sisanya? Tidak peduli!

Tari Tortor, pendet, reog, songket, batik, rasa sayange, dan macam-macam lagi yang di klaim Malaysia, apakah generasi muda kita sendiri paham dan mengetahui seluk beluknya? Ditilik dari hal yang kecil saja, bagaimana budaya bisa dipertahankan kalau remaja Indonesia lebih bangga ikut di klub modern dance dengan busana seadanya membalut tubuh dan gerakan erotis daripada bergabung di sanggar tari tradisional? Contoh lain, lagu rasa sayange, jangan-jangan mereka lebih hafal lirik lagu Lady Gaga beserta intonasi dan koreografinya daripada lagu-lagu daerah dan lagu kebangsaan? Perkara batik dan songket, bagaimana bisa bertahan jika masyarakat Indonesia lebih memilih mengenakan gaun-gaun chiffon tipis daripada mengenakan batik dan songket untuk menghadiri acara resmi? Kalau demikian, tidak salah jika Malaysia memungutnya, sebab semua itu disia-siakan oleh bangsa Indonesia sendiri, yang lebih memilih terkontaminasi budaya asing daripada dianggap kuno dengan mempertahankan budaya bangsa.

Coba kita tanya dengan sekelompok remaja, adakah yang hapal gerakan tari Tot tor dan Pendet? Jangan-jangan berasal dari mana saja tidak diketahui? Coba kita tanya apakah ada yang hafal bait demi bait lagu rasa sayange? Jangan-jangan mereka hanya tau bait pertama saja? Adakah yang mengenakan songket dan batik untuk menghadiri acara pernikahan kerabat? Jangan-jangan ketika menikahpun mereka mengenakan wedding dress ala eropa? Coba pikirkan, kita sendiri lebih memilih melancong melihat-lihat bangunan-bangunan di Perancis daripada menikmati keindahan panorama Lombok? Keajaiban bawah laut Bunaken? Mempesonanya Pantai di Raja Ampat dan seribu satu tujuan wisata lokal lainnya? Jangankan mengajak wisatawan mancanegara untuk bertandang, kita sendiri lebih rela menukar rupiah untuk bepergian ke luar negeri?

Jadi, salahkah jika Malaysia mencuri apa yang kita buang? Kebudayaan, identitas bangsa yang bahkan kita sendiri tidak hargai? Tradisi, adat istiadat, kesenian, keanekaragaman cagar budaya yang kita sendiri tidak pernah menyentuhnya? Saat orang lain sudah mengambilnya, baru kita berbondong-bondong mengambilnya kembali?

Sekali lagi, tanpa bermaksud menggurui, mari kita benahi semua dari diri kita masing-masing. Mari kita pertahankan budaya bangsa, mari kita beramai-ramai mencintai negeri kita sendiri, mari kita semua saling mengingatkan untuk terus melestarikan budaya bangsa, dimulai dari diri kita sendiri. Gampang kan? Insyaallah... 

Hidup Indonesia!!!!


Wassalam...

1 komentar:

adimunTHE_dr mengatakan...

Maaf,Saya sedikit agak berbeda dengan makna postingan ini. Dan yang terutama tor-tor. Kebetulan Saya dengar langsung dari tv one waktu itu live talk dengan tokoh di Malaysia yang mencetuskan ide itu. Perlu supaya ada perimbangan. Pertama bahwa tor-tor di Tapanuli itu ada 2. Satu nya di utara (Dan ini yang paling dikenal oleh masyarakat di luar Tapanuli),Batak utara,identik dengan Nasrani. Satu lagi tor-tor Mandailing-Angkola,ini di bagian Selatan (Kebetulan Saya termasuk keturunan ini),dan yang diangkat ke permukaan di Malaysia itu ya tor-tor ini dan gordang sambilan. Khas Mandailing dan Angkola. Kebetulan mereka ini asli keturunan Mandailing yang sudah lahir dan tinggal lama di Malaysia dan sudah jadi pejabat juga disana. Karena mereka sudah banyak di sana dan rindu akan kebudayaan tanah leluhurnya,apa salahnya mereka mau melestarikan budaya itu?.Saya rasa kasus adat/budaya jawa yang lain itu juga tidak jauh bedanya dengan itu.

Ada baiknya kita tidak ikut "latah" dengan pemberitaan. Check and balance..


Setidaknya Saya dan keluarga besar Saya di kampung. Tidak ada yang merasa Malaysia mengambil budaya tor-tor.

Wallohua'alam

Posting Komentar